TIMES BENGKULU, JAKARTA – Presiden Rusia, Vladimir Putin menekankan kepada Dewan Keamanan Negara nya untuk merevisi doktrin nuklir untuk menyikapi lanskap politik-militer yang telah berubah dengan cepat, serta munculnya sumber-sumber ancaman dan risiko militer baru terhadap Rusia dan sekutunya.
"Pernyataan Ini adalah pesan yang memperingatkan negara-negara Barat tentang konsekuensi jika mereka berpartisipasi dalam serangan terhadap negara kami dengan berbagai cara, tidak harus nuklir," kata Juru bicara presiden Rusia, Dmitry Peskov.
"Ini harus dilihat sebagai pesan pasti," kata Peskov pada konferensi pers di Moskow, Kamis (26/9/2024) saat ditanya apakah revisi doktrin nuklir Rusia yang diumumkan Putin pada hari Rabu itu bisa menjadi pesan kepada Barat.
Kendati Peskov mengklarifikasi bahwa Rusia saat ini tidak memiliki rencana untuk memperluas persenjataan nuklirnya, namun dia juga tidak memberi jawaban mengenai kemungkinan pencabutan moratorium uji coba nuklir turut dibahas dalam konteks penyesuaian doktrin nuklir itu.
“Saya tidak bisa menjawab pertanyaan anda. Anda melihat bagian pertemuan yang terbuka, namun sesi berikutnya tertutup," ujarnya.
Ia juga meyakinkan bahwa setiap keputusan untuk menerbitkan doktrin nuklir yang diperbarui akan dikomunikasikan pada waktu yang tepat.
Dalam pertemuan itu, Putin mengusulkan untuk memperluas daftar negara dan aliansi militer yang tunduk pada pencegahan nuklir, serta mengidentifikasi ancaman militer baru yang bisa diatasi dengan tindakan pencegahan nuklir.
Menurut Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi, jumlah negara pemilik senjata nuklir yang lebih besar meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir.
Rafael Grossi mengatakan, negara-negara tertentu tengah berupaya menormalisasi pembicaraan mengenai senjata nuklir dan penyebarannya, dan tugas IAEA untuk mencegahnya.
"Bayangkan dunia kita dengan semua ketegangan ini, dimana ada 15, 18 bahkan sampai 20 negara yang memiliki senjata nuklir. Penggunaan senjata nuklir kemungkinan besar akan terjadi," katanya.
Dalam kata-katanya, negara-negara tertentu sedang mencoba menormalkan pembicaraan tentang senjata nuklir dan proliferasinya, dan merupakan tugas IAEA untuk mencegahnya.
Dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan Rusia. Presiden Putin ikut menyarankan agar setiap agresi terhadap Rusia yang dilakukan oleh negara-negara non-nuklir, jika didukung oleh kekuatan nuklir, maka akan dianggap sebagai serangannya sama saja yakni serangan nuklir.
Dia juga menguraikan bahwa doktrin yang diperbarui ini akan memungkinkan penggunaan senjata nuklir jika komando militer Rusia menerima informasi yang sangat akurat tentang peluncuran sistem serangan udara dan ruang angkasa dalam skala besar, seperti pesawat taktis dan hipersonik, rudal jelajah, atau drone, yang melintasi perbatasan teritorial Rusia.
Doktrin baru Vladimir Putin itu merupakan sinyal bagi Barat dan sekutunya yang kini sedang mendukung Ukraina.
Bahkan Rusia menyatakan berhak untuk menggunakan senjata nuklir jika terjadi agresi terhadap Belarusia.
Ukraina mendapat dukungan dan bantuan Barat dan sekutunya termasuk AS sejak diinvasi Rusia lebih dari setahun lalu.
Rusia akan menggunakan senjata nuklir apabila telah menerima informasi yang akurat tentang peluncuran besar-besaran sarana serangan udara, rudal jelajah atau pesawat nirawak dan penyeberangan mereka ke perbatasan negaranya.
Sebelumnya, Ukraina telah berkali kali meminta ijin kepada AS dan Inggris untuk menggunakan rudal jarak jauhnya dalam menghadapi serangan Rusia yang tiada henti itu.
Namun baik AS dan Inggris, bahkan Uni Eropa kemudian tidak mengijinkannya.
Rusia akan menganggap setiap serangan terhadap negara itu oleh kekuatan non-nuklir yang didukung oleh negara nuklir sama saja dengan serangan nuklir meski itu konvensional.
Para ahli yang diwawancarai media Izvestia mengatakan, doktrin yang diperbarui itu adalah tanggapan yang diperlukan dan meyakinkan, termasuk terhadap ancaman oleh sekutu NATO untuk memberi Ukraina lampu hijau untuk menyerang target jauh ke dalam wilayah Rusia.
Perubahan pada doktrin nuklir Rusia ini telah berlangsung selama berbulan-bulan. Putin pertama kali mengumumkan langkah-langkah untuk merevisi dokumen tersebut pada bulan Juni lalu.
Namun, perubahan besar pada doktrin nuklir tersebut tidak serta merta berarti eskalasi langsung.
Itu berfungsi hanyalah sebagai sinyal dari Rusia kepada negara-negara Barat dalam menanggapi ancaman terhadap keamanan negara tersebut.
Apalagi masih ada beberapa hal dalam doktrin yang diperbarui dan diumumkan itu masih diperdebatkan di Barat tentang apakah Ukraina diizinkan menggunakan rudal jarak jauh terhadap target yang berada jauh di dalam wilayah Rusia.
Bantuan Ukraina Diperbanyak
Sementara itu, Amerika Serikat, Kamis kemarin mengumumkan memperbanyak bantuan keamanan untuk Ukraina hingga saat ini, termasuk bantuan miliaran dolar, sistem pertahanan udara lain, dan pelatihan yang diperluas untuk jet tempur F-16, yang mulai tiba di negara itu akhir musim panas ini.
Paket tersebut akan menguras sisa bantuan pemerintah AS untuk Kyiv, sebagian karena kebutuhan.
Sisa dana $5,5 miliar untuk mengirim saham Amerika ke Ukraina seharusnya sudah habis masa berlakunya pada akhir tahun fiskal.
Donald Trump, yang optimis memenangkan kursi kepresidenan pada bulan November nanti, telah mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk mengakhiri perang, tanpa berkomitmen pada hasilnya.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy juga mengunjungi Gedung Putih, Kamis kemarin setelah selesai berpidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Joe Biden berjanji akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak tingkat pemimpin pada bulan Oktober nanti, yang akan dihadiri oleh negara-negara yang berkumpul setiap bulan untuk mengoordinasikan bantuan bagi Ukraina.
Dengan menyetujui sisa $5,5 miliar, pemerintahan Joe Biden akan bisa melanjutkan dukungannya, yang tidak diperpanjang Kongres dalam RUU pendanaan jangka pendek yang disahkan minggu ini.
Namun, kewenangan tersebut hanya akan berlaku untuk peralatan yang dikirim berdasarkan keputusan bantuan sebelumnya, serta mengunci Ukraina dalam program persenjataannya saat ini.
Gedung Putih juga mengatakan, akan mengirim Joint Standoff Weapon, sebuah rudal udara-ke-darat.
Bantuan jangka panjang senilai $2,4 miliar akan diberikan melalui Prakarsa Bantuan Keamanan Ukraina, alat kedua untuk menyediakan bantuan keamanan jangka panjang bagi Ukraina.
"Paket tersebut akan mencakup pesawat nirawak, amunisi, dukungan industri , dan pertahanan udara," kata Gedung Putih seperti dilansir Defence News.
Kategori terakhir ini telah lama menjadi hadiah bagi Ukraina, yang kota-kotanya telah diserang bom Rusia selama perang.
Paket bantuan tersebut juga akan mencakup baterai Patriot yang telah diperbarui, sistem pertahanan udara tercanggih milik Amerika, dan satu yang telah diupayakan Zelenskyy dalam jumlah yang lebih besar.
Gedung Putih juga mengatakan bahwa pihaknya memberi tahu Pentagon untuk memperluas pelatihan bagi pilot Ukraina untuk menerbangkan jet tempur F-16.
Angkatan udara Ukraina telah mulai menggunakan jet tempur generasi keempat ini sejak menerima gelombang pertama selama musim panas, sebuah pendekatan yang oleh pejabat pertahanan AS disebut "merangkak, berjalan, berlari."
Sementara itu Presiden Rusia, Vladimir Putin memperbaharui doktrinnya dan memastikan akan menggunakan senjata nuklirnya bila negaranya diserang mulai di perbatasannya apalagi hingga sampai masuk ke dalam negaranya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Rusia akan Gunakan Senjata Nuklir Walau Diserang dengan Senjata Konvensional
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Deasy Mayasari |