TIMES BENGKULU, JAKARTA – Situasi di Libanon saat ini tengah memanas akibat serangan roket yang diluncurkan oleh Israel ke pemukiman kelompok Hezbollah di wilayah selatan negara itu. Para pelajar Indonesia yang tergabung dalam PPI Libanon dan berada yang berada di negara terseut melaporan kondisinya sat ini.
Serangan Israel pada pada Selasa (24/9/2024) memicu kekhawatiran akan eskalasi konflik di kawasan. Menurut keterangan dari Presiden Persatuan Pelajar Indonesia atau dikenal sebagai PPI Libanon, Ariq Fadhlur Cahyanto, kondisi WNI hingga kini tetap aman.
"Serangan yang terjadi hanya terfokus di wilayah Selatan, sementara WNI yang tinggal di Beirut dan Tripoli berada jauh dari jangkauan serangan langsung," ungkap Ariq. Dirinya menambahkan bahwa Beirut sebagai pusat aktivitas politik dan ekonomi relatif aman, begitu pula dengan Tripoli yang berlokasi 80 km di utara Beirut.
Kondisi Keamanan WNI dan Imbauan KBRI
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beirut bersama Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia terus memantau perkembangan situasi dan memberikan arahan kepada WNI di Libanon.
KBRI mengimbau agar seluruh WNI membatasi aktivitas di luar kota serta menghindari wilayah-wilayah yang berpotensi menjadi target serangan, terutama pemukiman Syiah di Selatan. KBRI juga telah mensosialisasikan prosedur evakuasi dan menekankan pentingnya mengikuti instruksi otoritas setempat demi menjaga keselamatan.
Ariq juga mengungkapkan bahwa PPI Libanon senantiasa berkoordinasi dengan KBRI untuk memastikan keselamatan seluruh WNI, seraya menghimbau agar tetap waspada namun tenang di tengah ketegangan yang meningkat. Kesiapan oraganisasi tersebut dan KBRI dalam menghadapi situasi darurat ini menjadi prioritas untuk menjaga keamanan para WNI.
Dampak pada Penerbangan dan Infrastruktur serta Pendidikan
Serangan roket yang terjadi pada Senin, 23 September 2024, turut berdampak pada infrastruktur penting di Libanon. Bandara Internasional Beirut, salah satu sasaran serangan, mengalami kerusakan ringan yang memaksa pembatalan seluruh penerbangan dari dan menuju Beirut.
Setiap harinya, sekitar 30 penerbangan dibatalkan, tanpa kepastian kapan bandara akan kembali beroperasi normal. Kondisi ini memperumit mobilitas warga yang hendak keluar dari Libanon, termasuk WNI yang mungkin berencana meninggalkan negara tersebut.
Pemerintah setempat melalui Kementerian Pendidikan juga merespons situasi dengan menutup seluruh sekolah dan universitas selama satu minggu, terhitung sejak hari pertama serangan. Langkah ini diambil demi keselamatan para siswa dan staf pengajar, terutama setelah serangan roket yang menghantam wilayah Selatan Libanon.
Beberapa institusi pendidikan bahkan dipersiapkan untuk menjadi tempat penampungan sementara bagi warga yang terlantar akibat konflik. Mereka berkumpul di tempat pengungsian dan menungu banuan datang.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Ketegangan di Libanon tidak hanya berdampak pada keamanan, namun juga sektor ekonomi. Ariq juga menyebut adanya lonjakan biaya transportasi, terutama bagi warga yang pindah dari Selatan ke wilayah yang lebih aman di Utara.
Biaya transportasi yang biasanya sekitar 3 dolar AS kini melonjak hingga 10 dolar AS. Selain itu, akses ke layanan perbankan semakin terbatas, dengan adanya kebijakan pembatasan penarikan uang tunai di ATM, yaitu hanya 200 dolar AS per bulan.
"Diharapkan seluruh WNI di Libanon untuk tetap tenang, selalu mengikuti perkembangan informasi dari KBRI, dan menghindari perjalanan ke wilayah yang berpotensi konflik," pungkas Presiden PPI Libanon tersebut. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: PPI Libanon: Update Terkini Kondisi WNI Pasca Serangan Israel
Pewarta | : Khodijah Siti |
Editor | : Khodijah Siti |