TIMES BENGKULU, JAKARTA – Dalam beberapa hari terakhir, bayi-bayi di Gaza mulai 'berjatuhan'. Mereka meninggal karena kedinginan di kamp tenda pengungsi.
Sudah tercatat tiga bayi meninggal dunia karena kedinginan, dan dokter PBB mengatakan, distribusi bantuan untuk kehidupan mereka yang layak tidak bisa dilakukan karena ditolak oleh pasukan Israel.
Terakhir adalah bayi Sila yang masih berumur tiga Minggu. Sila, bayi perempuan itu meninggal karena kedinginan di tenda kamp pengungsi, Selasa (25/12/2024) tadi malam.
Sementara itu Israel dan Hamas saling tuduh mempersulit upaya gencatan senjata yang bisa mengakhiri perang selama 14 bulan ini.
Kematian bayi-bayi itu seperti dilansir Arab News, menggarisbawahi kondisi yang kumuh, dengan ratusan ribu warga Palestina di Gaza berdesakan dalam tenda-tenda yang sudah reyot setelah melarikan diri dari serangan Israel.
Setidaknya 21 orang tewas dan 51 orang terluka di seluruh Gaza dalam 24 jam terakhir, menurut Kementerian. Artileri Israel juga telah menembaki lantai tiga Rumah Sakit al-Awda di kamp pengungsi Jabalia yang terkepung di Gaza utara.
Perang Israel di Gaza telah menyebabkan sedikitnya 45.338 warga Palestina meninggal dunia setengahnya adalah wanita dan anak-anak, serta melukai 107.764 orang lainnya sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Setidaknya 1.139 orang mati di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas waktu itu, dan lebih dari 200 orang disandera. Serangan itu telah menyebabkan kerusakan yang meluas dan mengungsikan sekitar 90 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza.
Ratusan ribu orang memadati kamp-kamp tenda di sepanjang pantai saat musim dingin yang sangat dingin dan basah tiba.
Kelompok-kelompok bantuan telah berjuang untuk mengirimkan makanan dan persediaan dan mengatakan ada kekurangan selimut, pakaian hangat, dan kayu bakar.
Israel memang telah meningkatkan jumlah bantuan yang diizinkan masuk ke wilayah itu, mencapai rata-rata 130 truk sehari selamap bulan ini, naik dari sekitar 70 sehari pada bulan Oktober dan November.
Namun, jumlahnya masih jauh di bawah bulan-bulan sebelumnya dan PBB mengatakan tidak bisa mendistribusikan lebih dari setengah bantuan karena pasukan Israel menolak izin untuk bergerak di Gaza atau karena pelanggaran hukum yang merajalela dan pencurian dari truk.
Ayah Sila, Mahmoud Al-Faseeh, membungkusnya dengan selimut untuk mencoba dan membuatnya tetap hangat di tenda mereka di daerah Muwasi di luar kota Khan Younis. "Tetapi itu tidak cukup," katanya kepada The Associated Press.
Mahmoud Al-Faseeh mengatakan, tenda itu tidak tertutup rapat dari angin dan tanahnya dingin, karena suhu pada Selasa tadi malam turun menjadi 9 derajat Celsius (48 derajat Fahrenheit.) Muwasi adalah daerah terpencil bukit pasir dan lahan pertanian di pantai Mediterania Gaza.
"Cuacanya sangat dingin semalaman dan sebagai orang dewasa kami bahkan tidak tahan. Kami tidak bisa tetap hangat," katanya.
Sila terbangun sambil menangis tiga kali semalaman dan pada pagi harinya mereka menemukannya tidak sadarkan diri, tubuhnya kaku. "Dia seperti kayu," kata Mahmoud Al-Faseeh.
Mereka segera membawanya ke rumah sakit lapangan tempat para dokter mencoba menyadarkannya, tetapi paru-parunya sudah memburuk. Gambar Sila yang diambil oleh AP menunjukkan gadis kecil itu dengan bibir membiru, kulitnya yang pucat bercak-bercak.
Ahmed Al-Farra, direktur bangsal anak-anak di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis mengonfirmasi, bahwa bayi itu meninggal karena hipotermia.
Ia mengatakan, dua bayi lainnya, satu berusia 3 hari, yang lainnya berusia sebulan juga telah dibawa ke rumah sakit selama 48 jam terakhir setelah meninggal karena hipotermia.
Sementara itu, harapan untuk gencatan senjata tampak rumit pada hari Rabu hari ini, dengan Israel dan kelompok militan Hamas yang menguasai Gaza saling tuduh menunda kesepakatan.
Dalam beberapa minggu terakhir, kedua belah pihak tampaknya bergerak maju menuju kesepakatan yang akan membawa pulang puluhan sandera yang ditawan oleh militan di Gaza, tetapi perbedaan pendapat telah muncul.
Orang-orang yang terlibat dalam pembicaraan tersebut mengatakan, eskipun Israel dan Hamas telah menyatakan optimisme bahwa kemajuan sedang dibuat menuju kesepakatan, titik-titik yang mencuat masih ada mengenai pertukaran sandera dengan tahanan Palestina dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Hamas menuduh Israel menyodorkan persyaratan baru terkait penarikan pasukan dari Gaza, para tahanan dan pemulangan orang-orang yang mengungsi, yang dikatakannya menunda kesepakatan.
Pemerintah Israel menuduh Hamas mengingkari kesepahaman yang telah dicapai. Namun, kedua belah pihak mengatakan diskusi masih berlangsung.
Tim negosiasi Israel, yang mencakup anggota dari badan intelijen dan militernya, kembali dari Qatar pada Selasa malam untuk konsultasi internal, setelah seminggu yang disebutnya sebagai “negosiasi penting.
Disaat Israel dan Hamas saling tuding menghambat kesepakatan gencatan senjata, bayi-bayi yang berada di pengungsian di Gaza "berjatuhan", meninggal dunia karena hipotermia atau kedinginan yang amat sangat. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bayi-bayi di Gaza Mulai 'Berguguran' Meninggal Karena Kedinginan
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ronny Wicaksono |