Kopi TIMES

Marhaban Ya Pemilu: Agresi Politik di Tahun Politik

Jumat, 02 Juni 2023 - 16:42
Marhaban Ya Pemilu: Agresi Politik di Tahun Politik Ach Fawaid Baidhowi, S.Psi; Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kaljaga Yogyakarta.

TIMES BENGKULU, YOGYAKARTA – Agresi merupakan salah satu aspek kompleks dalam kajian psikologi sosial dan telah menjadi topik menarik bagi para peneliti dan praktisi dalam bidang psikologi. Fenomena agresi melibatkan perilaku yang ditujukan untuk menyakiti atau melukai orang lain baik secara fisik, verbal, ataupun relasional.

Kita tahu bahwa pada momentum politik seringkali terjadi ketegangan sosial di kalangan masyarakat baik secara vertikal maupun horizontal yang dapat menyebabkan munculnya situasi agresif di tengah-tengah masyarakat. Ketegangan tersebut sebab adanya perbedaan-perbedaan, baik karena perbedaan pandangan politik, persaingan kekuasaan, kontestasi yang meruncing dan memanas, dan ketegangan ideologis menjadi pemicu utama dalam manifestasi agresi. Dalam konteks riuh politik, penting untuk menyusun langkah-langkah dalam upaya mengantisipasi beberapa impact yang akan muncul agar tidak memicu konflik berkepanjangan di tengah masyarakat. 

Agresi

Menurut Brigham (1991) Agresi (aggression) merupakan suatu perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang atau lebih padahal orang tersebut tidak ingin disakiti, baik secara fisik maupun psikologis (dalam Komaruddin Hidayat & Khoiruddin Bashori, 2016). Banyak sekali kasus tindakan agresi yang bisa kita jumpai di kehidupan sekitar kita. Sering kali kita dengar dari berita-berita yang beredar bahwa tindakan agresi umumnya terjadi karena ketegangan di dalam melihat suatu perbedaan, apalagi dalam suasana tahun politik, di mana antarindividu atau kelompok saling beradu kubu 'kearifan dan kedewasaan dalam bertindak dikesempaingkan' untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Dan akibat ketegangan sosial di masyarakat, semua berpotensi dirugikan oleh tindakan-tindakan yang menurut hemat penulis tampak berlebihan dan tiada kearifan dari masing-masing kita di dalam mengelola perbedaan-perbedaan yang ada. 

Pada dasarnya tindakan agresi yang terjadi di lingkungan masyarakat merupakan hal yang bisa menyimpang dari norma, karena hal tersebut terdapat ajang saling menyakiti antar pihak. Agresivitas merupakan masalah serius yang dihadapi bangsa ini, apalagi kita sebagai bangsa yang 'katanya' menjunjung tinggi nilai-nilai keluhuran. Apabila setiap kali pemilu terus diwarnai dengan suasana yang penuh dengan kegaduhan yang bersifat agresifivitas maka yang terjadi adalah kemunduran demokrasi kita saat ini sebagai suatu bangsa yang besar. Karena kitalah sejatinya yang akan menjadi penerus bangsa, apabila sebagai generasi bangsa rusak dan mau dirusak maka akan sangat susah kita menjadi bangsa kuat dan maju.

Penyebab agresi

Suatu persoalan pasti ada penyebab yang menjadi cikal bakal, hal demikian juga pada persoalan yang mengarah pada tindakan agresif. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang terjerumus dalam aksi agresi. Menurut Brigham (dalam buku Psikologi Sosial Aku, Kami, dan Kita) menyebutkan faktor-faktor yang sering kali menyebabkan agresivitas diantaranya, pertama, faktor kebiasaan-kebiasaan yang dipelajari. Kedua, kondisi internal seperti kerusakan otak, abnormalitas genetis, pengaruh obat-obatan, dan reaksi terhadap situasi yang tidak menyenangkan. Ketiga, berkurangnya hambatan untuk melakukan tindakan agresi seperti menurunnya kesadaran diri dan dehumanisasi korban. Dan keempat, faktor situasional seperti adanya ancaman atau serangan, hasutan orang lain, isyarat stimulus agresif dan karakteristik sasaran.

Dalam konteks kebiasaan-kebiasaan yang dipelajari, Bandura salah satu tokoh psikologi menyebutnya dengan social learning. Ketika seseorang melihat apa yang dilakukan orang lain dalam bertindak agresif demi melancarkan keinginannya untuk membela kandidatnya misalkan, kemudian mereka mendapatkan pengukuhan atas perilakunya tersebut dengan cara dihormati dan ditakuti kubunya maka akan ada kecenderungan untuk mengulang dan melakukan tindakan agresif kembali sebagaimana yang sudah terjadi semula, walaupun sebenarnya tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan. Hanya karena ingin meraih kemenangan semata dari pada lawan politiknya misalkan, ia rela menyakiti bahkan bertindak agresif pada yang lain, padahal itu justru merugikan diri sendiri dan orang lain.

Sebagai masyarakat yang bijak, seyogyanya dalam perihal dukung-mendukung yang ditujukan untuk kandidat tertentu tidak perlu ditunjukkan dengan cara yang menyeramkan dan menakutkan, apalagi sampai menyakiti orang dan kelompok lian. Cukup tegak lurus dengan rasionalitas dan objektifitas pilihannya masing-masing, serta ikut andil edukasi masyarakat dalam menjunjung kondusifitas pemilu agar tidak menimbulkan pergesekan dan perpecahan di tengah masyarakat. 

Tentu saja kita tidak menafikan faktor-faktor lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya agresivitas dalam pemilu, karena akan terjadi saut-menyaut antara stimulus dan respon atas situasi yang terus berkelindan. Pemilu serentak yang sudah berada di depan mata kita ini, harus kita sikapi dengan cerdas serta penuh dengan kedewasaan, supaya sebagai suatu bangsa tidak terjerumus dalam dampak-dampak yang menyebabkan polarisasi dan konflik karena 'keteledoran dan kecerobohan' kita dalam bersikap dan bertindak dalam menghadapi pemilu yang direalisasikan tiap lima tahun-an sekali. 

Situasi dalam politik memang sangat dinamis dan begitu kompleks, terjadi saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Setidaknya terdapat beberapa hal yang bisa kita ketahui, diantaranya adalah:

a. Pengaruh Identitas Politik

Identitas politik seseorang merupakan faktor penting dalam memahami agresi dalam tahun politik. seseorang yang 'sangat' mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok politik tertentu cenderung lebih rentan agresif terhadap kelompok lain. Identitas politik yang kuat bisa menghasilkan polarisasi, meningkatkan konflik antarkelompok atau golongan, dan menimbulkan perilaku agresif.

b. Efek Pendekatan Terhadap Informasi Politik

Seseorang cenderung memeroses informasi politik sesuai dengan kepercayaan dan preferensi yang ada sebelumnya. Hal ini merupakan pendekatan kognitif yang dikenal dengan 'motivated reasoning', yaitu individu mencari informasi yang mendukung pandangan mereka dan menolak informasi yang bertentangan. Ketika seseorang terlibat dalam tindakan agresi, maka mereka cenderung menginterpretasikan dan memahami informasi politik dengan cara membenarkan tindakan agresi mereka.

c. Efek Norma Sosial dan Desensitasi.

Norma sosial memiliki peran dan posisi penting dalam memengaruhi agresi selama tahun politik. Jika seseorang melihat atau mengalami agresi politik secara terus menerus maka mereka cenderung menjadi desensitasi terhadap kekerasan dan mungkin mengadopsi perilaku agresif sebagai respons terhadap konflik politik. 

d. Peran Media Massa

Peran media dalam membentuk persepsi dan perilaku politik masyarakat. informasi ataupun berita yang dipenuhi dengan polarisasi media dapat memunculkan ketegangan politik. Efek dari framing media juga dapat mempengaruhi cara individu memandang dan merespons situasi politik yang bahkan pada gilirannya dapat memicu agresi.

Solusi mengatasi agresi

Ragam faktor yang menyebabkan agresi pada masa pemilu yang mencakup tindakan dehumanisasi, stigmatisasi, dan bahkan polarisasi yang bisa merusak hubungan antarindividu dan merugikan kehormanisan sosial. Maka solusinya adalah langkah fokus pada peningkatan kesadaran dan edukasi masyarakat. Dengan meningkatkan kesadaran publik akan dampak dari tindakan agresivitas dapat meminimalisasi meningkatnya ketegangan sosial masyarakat dan partisipasi dalam politik. Bahwa adanya perbedaan pandangan dan pilihan adalah suatu keniscayaan yang pasti dan harus disikapi dengan saling memahami serta menghargai atas perbedaan pilihan politik antara satu sama lain.

Menghargai sudut pandang orang lain merupakan salah satu hal yang dapat membangun empati dan menjaga harmonisasi hubungan antar sesama anak bangsa. Anak bangsa yang tidak menggunakan politik pecah belah apapun kepentingannya, sejatinya telah ikut andil menjaga bangsa ini dari kegaduhan serta kekisruhan yang tidak penting itu.

Adapun dengan berkembangnya informasi yang sangat amat pesat di ruang media kita saat ini, juga mempengaruhi pola interaksi kita sesama anak bangsa. Kita semua disajikan banyak informasi mulai dari berita tentang antar kandidat pemilu, antar tim sukses/pemenangan, dan relawan, mulai dari yang akurat hingga tidak akurat. Semua saling beradu dan mencari panggung pengakuan. Jika masyarakat tidak memiliki daya kesadaran yang tinggi akan pentingnya suatu pemeriksaan dan memverifikasi sumber informasi yang berkelindan di ruang medsos, maka dapat dipastikan bahwa kita tidak bisa mengurangi dampak negatif dari berita hoax dan propaganda tersebut, di mana hal demikian dapat memicu ketegangan, perpecahan, tindakan agresif, dan bahkan bisa berujung konflik di masyarakat.   

***

*) Oleh: Ach Fawaid Baidhowi, S.Psi; Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kaljaga Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bengkulu just now

Welcome to TIMES Bengkulu

TIMES Bengkulu is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.