Kopi TIMES

Menelisik Serunya Pacu Jalur, Sisi Lain Riau yang Jadi Warisan Budaya

Rabu, 07 Juni 2023 - 09:45
Menelisik Serunya Pacu Jalur, Sisi Lain Riau yang Jadi Warisan Budaya Destita Mutiara, S.Sos; Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM.

TIMES BENGKULU, JAKARTA – Mengenal Riau yang tidak hanya ada sawit, minyak dan panas. Memulai dengan kata Provinsi Riau, provinsi dengan julukan The Homeland Of Melayu ini sangat kental dengan adat istiadat melayunya.

Jika teman-teman datang ke Riau melalui perjalanan udara hal yang pertama kali akan dilihat persis di bawah sign pengambilan bagasi adalah kalimat “Riau The Homeland of Melayu”. Tulisan Riau berhuruf kapital pada tulisan Riau ini diisi dengan motif ukiran khas Riau. Berjalan kearah pintu keluar, handai taulan akan disuguhi dengan bangunan dengan motif atap selembayung sebagai identitas Melayu masyarakat.

Unsur identitas selembayung ini adalah hiasan dengan posisi bersilang pada kedua ujung perabung bangunan adat yang ada di Provinsi Riau. Motif ukir selembayung ini tidak hanya untuk bangunan adat, tapi juga biasa digunakan untuk bangunan kantor pemerintahan, bandara sampai rumah tradisional. Biasanya motif selembayung ini diikuti dengan motif ukir ornamen lainnya pada bangunan.

Jika melewati jalan darat, handai taulan tidak perlu kaget terheran-heran dengan banyaknya kejutan yang ada di jalanan. Pohon pisang di tengah jalan akan menjadi identitas tersendiri bagi pejalan darat. Selain jalanan dengan aspal yang bergelombang sebab setiap hari dilintasi oleh kendaraan bermuatan berat hingga handai taulan juga mengikuti akan flow wavenya.

Atau sangat memungkinkan juga handai taulan menemui jalan dengan setengah diaspal setengahnya kerikil. Hal ini sepertinya bukan tiada alasan. Tercatat pada tahun 2023 selain untuk pusat kebudayaan Melayu Indonesia, Provinsi Riau juga meraih data angka yang besar untuk hal kerusakan jalan. Total sepanjang 1.336 km untuk jalan nasional, 2.799 km jalan provinsi dan 17.297 km jalan kabupaten mengalami kerusakan.

Coba bayangkan jika kita ibaratkan kerusakan ini terjadi di provinsi Yogyakarta, lebih dari total panjang semua jalan di Yogayakarta berada pada kondisi rusak. Sungguh tidak nyaman kan. Maka dari itu bagi yang ingin berkunjung ke dan berkeliling ke Riau melalui jalan darat, saya sarankan makan dulu yang kenyang agar perutnya tidak terguncang dan meminimalisir mabok darat.

Selain itu, mendengar kata Riau, bagi orang di luar Riau langsung terlintas akan sawitnya. Hal ini saya rasakan sendiri ketika ada yang menanyakan dari mana asal saya. Seolah sudah menjadi ciri khas dan oleh-oleh bahwa di Riau isinya sawit semua. Saya sebenarnya tidak menepis hal ini, sebab ya memang begitu keadaannya.  Yaa walaupun kalau handai taulan ke Riau faktanya memang kiri-kanan sepanjang perjalanan akan dihiasi oleh pohon ini. Meskipun banyak kebun yang tidak dimiliki oleh perseorangan, termasuk saya. 

Padahal menurut hemat saya ada yang perlu diingat dibandingkan hanya mengingat sawit, yakni minyak bumi. Riau kaya akan minyak bumi walaupun yang saya rasakan saat di Riau juga sulit mendapatkan hanya sekedar mencari minyak/ bensin untuk kendaraan. Selain minyak yang perlu menjadi highlight adalah panas bedengkang cuacanya. Seakan orang Riau sudah terbiasa dengan matahari sejengkal di atas kepala. 

Terlepas dari semua keluhan dan sambat saya di atas. Hal yang menarik perhatian saat berkunjung ke Riau adalah keramahtamahan penduduknya. Saya jamin masyarakat Riau sangat mudah beradaptasi dengan orang baru sampai mampu bercerita panjang lebar meskipun baru pertama kali bertemu. Sebagai orang yang juga merantau sejak 2016 saya saja kadang kalau pulang kampung lagi sempat shock, karena ceritanya panjang betul. Tapi inilah salah satu cara untuk mendekatkan diri bagi orang Riau.

Tidak membedakan satu dengan yang lain sekaligus menurut pandangan analisis saya yang tidak tajam-tajam amat ini, orang Riau berprinsip sangat peduli dan tidak akan membiarkan orang yang ada di dekatnya merasa sendirian. Jika handai taulan sedang ingin sekali mencari teman baru dalam hitungan lima menit. Coba saja datang ke Riau, duduk sebentar di warung sarapan paginya. Saya jamin dapat kenalan baru. Kalau tidak percaya coba saja.

Kilas Balik Pacu Jalur, Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

Tahun 2015, pada website milik Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) pada kolom Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTI) mencatat Pacu Jalur sebagai warisan yang ada di provinsi Riau. 

Pacu jalur adalah sebuah perlombaan olahraga mendayung khas dari Kabupaten Kuantan Singingi. Kabupaten Kuantan Singingi adalah kabupaten yang terletak di paling barat Provinsi Riau yang berbatasan langsung dengan Sumatera Barat sekitar 3 jam tempuh dari Pekanbaru.
Pacu jalur di Kabupaten Kuantan Singingi sekaligus merupakan pesta rakyat yang sudah ada sejak awal abad ke-17. Mulanya jalur untuk sebutan perahu panjang digunakan untuk transportasi warga di sepanjang sungai Kuantan sebab belum memiliki kendaraan darat. 

Mulanya, seperti yang dilansir di website resmi pemerintah kabupaten kuansing.go.id  jalur adalah perahu panjang yang mengangkut manusia dengan muatan 30-40 orang dan sekaligus sebagai alat pengangkut barang. Namun pada saat itu,berkembang perahu mulai di hias dengan ukiran yang indah seperti ukiran dengan motif keris, ukiran buaya, kalajengking, harimau dan lainnya dengan serta sepanjang badan perahu di warnai dengan warna dan gambar yang indah.

Perubahan ini sekaligus menambah fungsi jalur yang tidak hanya alat angkut tetapi juga sebagai penunjukkan identitas sosial. Pada zaman itu jalur dengan hiasan hanya bisa digunakan oleh para bangsawan, tokoh, datuk-datuk saja. Barulah 100 tahun kemudian warga kemudian mulai melihat hal lain, yakni mengadu kecepatan jalur hias tersebut di air dan kemudian dikenal dengan nama Pacu Jalur.

Pada mulanya pacu jalur hanya diadakan untuk memperingati hari-hari besar Islam saja, namun seiring perkembangan zaman pacu jalur bergeser sebagai event untuk memperingati hari kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rutin diadakan pada bulan Agustus setiap tahunnya.

Sorak sorai gembira masyarakat menyambut dengan antusias setiap tahunnya perhelatan ini. 70% dari total desa di 15 kecamatan yang ada di Kuantan Singingi memiliki jalur yang siap mereka kirim untuk pacu pada setiap event pacu jalur. 

Semangat masyarakat selalu diacungi jempol, semua proses dari desa sampai kepada lomba pacu jalur dilakukan secara gotong royong. Pacu jalur dimulai dengan mencari kayu utuh jalur dengan panjang berkisar antara 25-40 meter dengan lebar mencapai 1,5 meter. Kemudian di-layua (diasapi), kemudian dicat dan dihias semuanya dilakukan sendiri dengan sumberdaya yang ada di Kuantan Singingi.

Tidak sampai di situ warga harus latihan mendayung di sepanjang Sungai Kuantan sebagai bentuk persiapan stamina untuk bisa memenangkan laga sekaligus persiapan performa perahu jika ada kerusakan sebelum bertanding. Sebanyak 30-40 orang terlibat pada perhelatan ini biasanya menjadi anak pacu (orang yang mendayung). Jumlah ini bergantung pada panjang perahu. 

Pada pacu perahu, ada pembagian tugas saat helat pacu jalur. Anak pacu dibagi tugas menjadi Tukang Concang (pemberi aba-aba), Tukang Kemudi (menjadi kemudi) , Tukang Onjai (pemeberi irama) yang berada persis di belakang dengan posisi berdiri di ujung perahu dan bergoyang, Timbo Ruang  berada di tengah jalur untuk pemberi semangat dan ritme melalui pluit dan mengeluarkan air jika seketika ada air masuk ke perahu dan Anak Joki yaitu anak-anak yang sebagai penari di ujung depan perahu. 

Perhelatan budaya ini merupakan hal yang ditunggu-tunggu masyarakat setiap tahunnya. Tepat mulai bulan Juni acara pacu Jalur mulai dilakukan secara regional pada kecamatan yang ditunjuk sekaligus menjadi ajang persiapan bagi anak pacu untuk siap menghadapi event Nasional pada bulan Agustus di Tepian Narosa. Masyarakat berduyun-duyun memadati tepian Kuantan untuk menyaksikan jalur kebanggan mereka berlaga.

Hadiah-hadiah yang besar berupa hewan ternak berupa kerbau, sapi, kambing dan uang tunai ratusan juta rupiah sudah menjadi hadiah rutin yang sudah disiapkan pemerintah jika mampu memenangkan helat akbar ini. Oleh karenanya tidak hanya berdampak kepada sportifitas masyarakat. Event ini juga berdampak pada meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. 

Keseruan tidak hanya seputar itu, persiapan anak pacu dengan variasi kostum serta keindahan yang ditampilkan di setiap jalur yang di pacu juga merupakan keunikan tersendiri yang menarik perhatian pengunjung. 

Oleh karenanya, jika hanya dibayangkan melalui tulisan ini saja belum terasa betul bagaimana euforia pada helat berlangsung. Jadi belum terlambat Saya sarankan jika tidak bisa mengikuti sedari awal sejak helat regional yang diadakan di kecamatan-kecamatan yang terpilih,  tidak perlu bersedih hati. The one and only Puncak festival ini ada di bulan Agustus sekaligus memperingati hari lahir bangsa Indonesia, namun jika naas lagi tidak bisa ke Narosa karena suatu dan lain hal.

Mari kita bergandengan tangan menyaksikan helat nasional ini melalui virtual di tayangan youtube, hihihhi

***

*) Oleh: Destita Mutiara, S.Sos; Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bengkulu just now

Welcome to TIMES Bengkulu

TIMES Bengkulu is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.