TIMES BENGKULU, YOGYAKARTA – Kampanye pemilihan umum segera usai. Menyaksikan selama proses kampanye. Terlihat gegap gempita. Partai Politik. Tim sukes pemilihan presiden dan wakil presiden. Calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari pusat sampai daerah. Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Tak ketinggalan barisan relawan. Menyemarakkan prosesi kampanye.
Mereka mengeluarkan seluruh sumber daya untuk menggaet pemilih. Segala kemampuan dikerahkan sebagai bujuk rayu. Tujuannya adalah saat pelaksanaan pemungutan suara. Memilih dirinya.
Implementasi dari pelaksanaan kampanye. Sesungguhnya sudah dikibarkan jauh hari sebelum Komisi Pemilihan Umum menjadwalkan secara resmi agenda kampanye. Mencermati dinamika yang terjadi. Ada banyak ragam gaya kampanye para kandidat. Seperti yang dilakukan oleh tim sukses salah satu pasangan kandidat. Secara nasional mempopulerkan goyang gemoy dan membranding kandidat dengan visual kartun.
Diranah lokal. Calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah. Bertarung mendulang suara melalui kampanye. Caranya mendatangi tokoh masyarakat, tetua adat, kyai dan agamawan yang lain. Harapannya. Ketika tokoh panutan mendeklarasikan dukungan. Warga mengikuti jejak memilih sesuai dengan arahan tokoh panutan tersebut.
Menggaet para tokoh. Tak luput dijalankan pada kampanye tingkat nasional. Terutama orang-orang tersohor dan artis ternama dilibatkan dalam tim sukses. Target yang ingin dicapai dari memasukkan para bintang menjadi bagian dari tim sukses. Ujungnya adalah pengikut dan penggemar termotivasi sama pilihannya dengan figure popular ini.
Belakangan. Ada menu lain yang disodorkan oleh kandidat untuk menarik simpati pemilih. Sajiannya berupa menyumbang sembako dengan tanda gambar pasangan kandidat. Sengaja. Sembako dikucurkan pada wilayah yang kompetisi politiknya tinggi. Strategi ini menjadi salah satu jurus kampanye mendongkrak elektabilitas kandidat.
Secara konseptual mendasarkan pada theory elaboration likelihood model yang dikemukakan oleh Petty dan Cacciopo (1986) mengenai pola kampanye yang menggunakan goyang gemoy, visual kartun, tokoh publik, kyai, artis dan pembagian sembako adalah cara mempersuasi pemilih menempuh jalan peripheral route atau dikenal sebagai heuristic processing. Pemahaman dari peripheral route yang bisa disebut sebagai jalur tepi merupakan bagian dari model persuasi memberikan isyarat pada pemilih memiliki kecenderungan kurang menggunakan proses berpikir memutuskan jagoan pilihannya.
Pemilih. Tidak banyak menggunakan aspek kognitif menilai kandidat dipicu oleh isyarat insidental lebih tertarik pada ketokohan, gimmick dan bantuan material. Dampaknya adalah mengambil keputusan memilih kandidat mendasarkan pada emosionalitas.
Jalur tepi ini menjadikan pemilih tidak menyimak isi pesan karena terbuai sensasi yang disuguhkan kandidat. Efek dari sensasional yang dicitrakan kandidat bermuara pada berkembangnya kekaguman, kepercayaan dan rasa suka dari pemilih terhadap perfomance kandidat. Dinamika psikologis ini yang menjadi jalan pemilih untuk memilih kandidat.
Fenomena berbeda pada pagelaran kampanye dilakoni tim sukses kandidat yang lain. Penerapan kampanye tak sama. Bahkan menjadi terobosan baru. Gaya kampanye yang tahun-tahun sebelumnya belum pernah dilakukan oleh tim sukses. Kampanye yang diusung lebih mengedepankan proses dialogis.
Kandidat keliling ke berbagai daerah menyelenggarakan diskusi menawarkan gagasan. Bukan hanya sekedar menawarkan program secara searah. Individu hadir yang memiliki hak suara. Boleh menyanggah. Boleh menanyakan berbagai isu apapun. Termasuk isu sensitif. Tidak ada settingan. Mengalir begitu saja. Dan otentik.
Model kampanye dialogis dijalankan di berbagai kalangan. Peserta dialog berasal dari komunitas petani, nelayan, profesional, pedagang, buruh, mahasiswa dan kelompok lain berlatar belakang gen Z. Ternyata model kampanye dialogis ini mendapat antusias tinggi dari publik.
Terbukti setiap kampanye dialogis diselenggarakan selalu mendapat respon positif. Bahkan di beberapa daerah. Audiens membludak. Yang menarik dari acara kampanye dialogis. Yang hadir tidak sekedar pendukung. Simpatisan kandidat sebelah juga ikut berpartisipasi.
Ide baru dalam realisasi kampanye. Tidak berhenti sampai kampanye dialogis. Ada gagasan segar. Melalui media sosial. Memilih platform tiktok. Di sini kandidat berinteraksi dengan kandidat secara langsung. Pengguna tiktok yang ikut. Boleh menanyakan apapun. Menguras isi pikiran kandidat.
Ternyata kampanye menggunakan live tik tok menarik perhatian publik. Terutama gen z. Terbukti selama live tik tok. Peserta yang ikut bergabung mencapai ratusan ribu.
Kembali pada theory elaboration likelihood model menjadi pondasi untuk menjelaskan desain kampanye dialogis dan melibatkan plat form tiktok merupakan wujud dari persuasi melalui central route atau systematic processing. Proses ini bisa juga disebut sebagai jalur pusat. Pemilih yang meniti jalan central route menemukan kandidat yang akan dipilihnya saat pelaksanaan pencoblosan lebih melibatkan aspek kognitif.
Dinamika psikologis dari central route itu menitikberatkan pada kemampuan olah pikir kandidat mensosialisasikan gagasan. Proses ini terjadi dilatarbelakangi oleh pemilih memiliki karakteristik hati-hati dalam menangkap isi pesan kandidat. Seperti melakukan evaluasi isi pikiran kandidat mengenai tawaran program yang rasional, menarik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Mereka memikirkan secara mendalam isi pesan yang disampaikan oleh kandidat. Realistis bisa dilaksanakan setelah menerima mandat sebagai pemimpin diserahkan padanya. Atau sekedar pepesan kosong. Janji manis saat kampanye. Saat jadi pemimpin. Tak diwujudkannya.
Konsekuensi dari pemilih melewati central route memiliki bekal pengetahuan memadai untuk mencermati program yang disampaikan kandidat. Pengetahuan yang dimiliki dirinya menumbuhkan sikap kritis. Tidak mau menerima begitu saja. Janji-janji kampanye.
Buah dari proses itu adalah kandidat yang mampu meyakinkan pemilih dengan argumentasi cerdas, logis dan bisa diterima akal sehat. Dirinya memutuskan untuk memilih kandidat. Sebaliknya kandidat sekedar menjual pencitraan yang tak sesuai dengan kapasitas kandidat akan ditinggalkan oleh pemilih.
Mengenai pemilih akan menempuh peripheral route atau central route. Mari kita bukti bersama saat pemilihan umum serentak pada 14 Pebruari 2024. Jalur mana yang dipilih? Hasilnya menentukan kualitas kandidat dalam memimpin bangsa ini.
***
*) Oleh : Hadi Suyono, Direktur Clinic for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |