https://bengkulu.times.co.id/
Kopi TIMES

Politik ‘Bebas-Aktif’ Indonesia: Apakah Masih Relevan?

Selasa, 23 Mei 2023 - 14:22
Politik ‘Bebas-Aktif’ Indonesia: Apakah Masih Relevan? Amirah Syahirah, Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

TIMES BENGKULU, JAKARTA – “Mendayung antara dua karang” yang ditulis Hatta menceritakan cita-citanya terhadap Indonesia yang saat itu baru berusia tiga tahun. Hatta memberikan pemikirannya terhadap sikap Indonesia, apakah harus memihak Amerika Serikat (Blok Barat) atau Rusia (Blok Timur).

Kemudian Hatta berpendapat bahwa Indonesia perlu memiliki pendirian agar tidak terlibat dalam pertarungan politik internasional, serta berhak memperjuangkan tujuan nasionalnya sendiri, berjuang untuk kemerdekaannya sendiri.

Pada paragraf lain, Hatta pun menambahkan bahwa Indonesia tidak perlu ikut serta dalam memihak AS ataupun Rusia, namun yang harus dilakukan adalah mengambil keuntungan dari pertentangan ini untuk keselamatan Indonesia.

Hingga akhirnya ide Hatta tersebut diimplementasikan pada Konferensi Asia Afrika di Bandung, pada April tahun 1955.

Presiden Soekarno melalui pidatonya menyampaikan konsep politik luar negeri “Bebas-Aktif” yang dipegang Indonesia. Selanjutnya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non-Blok Pertama tahun 1961 di Yugoslavia, Indonesia bersama 24 negara lainnya menyepakati pembentukan Gerakan Non-Blok (GNB) sebagai respon dari lahirnya Blok Barat dan Blok Timur pasca Perang Dunia II.

Negara-negara anggota GNB sepakat bahwa mereka akan menunjukkan ketidakterikatannya pada kedua blok besar dunia ini. Mereka juga berkomitmen untuk tidak terlibat dalam konflik militer antara dua kekuatan besar, serta diarahkan untuk membentuk posisi independen yang merefleksikan kepentingan negara-negara anggotanya.

Bagi Indonesia, prinsip dan tujuan GNB merupakan refeksi dari perjuangan dan tujuan nasional Indonesia yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya semangat kemerdekaan dan anti-penjajahan.

GNB ini juga menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia. Sejak menyepakati GNB, Indonesia kemudian semakin kuat dalam mengarahkan politik luar negeri Bebas-Aktif untuk berusaha berdiri sendiri, namun tetap mengutamakan kepentingan nasional negaranya.

Politik luar negeri Bebas-Aktif ini tidak berarti Indonesia harus netral dalam mengambil sikap, melainkan bebas menentukan sikapnya dan aktif dalam memperjuangkan perdamaian dunia.
 
Lalu, apakah orientasi politik luar negeri Bebas-Aktif masih relevan di masa kini? Dilansir dari portal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, perdebatan mengenai relevansi non-blok telah muncul pasca runtuhnya komunisme, tepatnya di awal tahun 1990an.

Beberapa menyatakan bahwa dengan berakhirnya sistem bipolar pada konstelasi politik dunia, eksistensinya sudah tidak lagi bermakna. Namun, apakah berarti Indonesia telah melupakan dan melepas pula orientasi politik luar negeri Bebas-Aktif yang telah dibangun sejak lama?

Melihat salah satu contoh nyata bahwa orientasi politik luar negeri Bebas-Aktif masih relevan bagi Indonesia adalah ketika konflik India-Pakistan kembali memanas di tahun 2019 lalu. Indonesia memiliki hubungan bilateral yang cukup baik dengan India maupun Pakistan. Bahkan, India termasuk ke dalam negara-negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

Dilansir dari CNN, Pakistan sempat membujuk Indonesia untuk membantu menekan India di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dikarenakan tetap teguh pada orientasi politik luar negeri Bebas-Aktif, Indonesia memilih untuk tidak berpihak pada salah satu pihak yang sedang bertikai dan mendorong keduanya untuk menyelesaikan masalah melalui dialog bilateral.

Contoh terkini lainnya terlihat ketika konflik antara Rusia dan Ukraina kembali pecah pada tahun 2022. Saat itu Presiden Indonesia, Joko Widodo, bertolak ke Moskow dan Kyiv untuk menemui Presiden Putin dan Presiden Zelensky. Beberapa tujuan Presiden Jokowi datang menemui dua negara yang sedang berkonflik ini antara lain untuk membahas masalah terganggunya rantai pasokan pangan, pupuk, dan energi yang salah satunya berdampak pada Indonesia, hingga kesiapan Indonesia untuk menjadi jembatan komunikasi antara kedua pemimpin tersebut.

Pertemuan ini kembali menegaskan bahwa Indonesia tidak memihak salah satu diantara dua negara yang sedang berseteru ini, dikarenakan tetap memegang orientasi politik luar negeri Bebas-Aktif nya.

Dua contoh sikap Indonesia sebelumnya hanya menjadi contoh kecil dari masih relevannya orientasi politik luar negeri Bebas-Aktif Indonesia di masa sekarang. Dengan terus memegang prinsip Bebas-Aktif ini, Indonesia akan terus memperjuangkan kepentingan nasional negaranya sesuai dengan yang telah termaktub pada Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia.

***

*) Oleh: Amirah Syahirah, Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bengkulu just now

Welcome to TIMES Bengkulu

TIMES Bengkulu is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.