TIMES BENGKULU, JAKARTA – Pada zaman orde baru mendengar kata Petrus membuat orang bergidik ngeri. Tahukah Anda siapakah Petrus itu sampai bikin orang merinding?
Petrus bukanlah nama orang, namun akronim dari penembak misterius yang marak di zaman orde baru.
Petrus menjadi sejarah kelam bahkan disebut sebagai salah satu pelanggaran HAM terberat di Indonesia.
Kisah kelam itu kemudian diangkat menjadi film dokumenter oleh sutradara Tri Sasongko. Tragedi kemanusiaan tersebut sengaja diangkat oleh Tri Sasongko untuk mengingatkan bahwa di Indonesia pernah ada tragedi mengerikan.
Tri Sasongko mengungkapkan misi dari film ini akan membukukan peristiwa besar yang hampir terlupakan, terutama bagi generasi Z. Namun yang lebih penting dari itu adalah pesan soal keamanan negara. "Apakah keamanan itu yang diinginkan harus dengan sewenang-wenang kayak gitu, makanya saya bikin judul pendeknya adalah 'Sebuah Tindakan Tanpa Pikir Panjang'," jelas sang sutradara.
Lebih lanjut, Tri Sasongko menjelaskan sebagai film dokumenter film ini akan mengungkapkan kesaksian dari orang-orang dan tokoh yang punya pengalaman dengan Petrus. Khususnya saat dilancarkannya Operasi Pemberantasan Keamanan (OPK) di Yogyakarta pada tahun 1981-1983.
Tri Sasongko juga melakukan riset mendalam dari berbagai sumber hingga menjadi saian film dokumenter yang asik untuk disaksikan.
Operasi Petrus
Petrus atau penembak misterius pertama kali terjadi di Yogyakarta tahun 1981-1983.Saatitu pemerintah tengah melakukan Operasi Pemberantasan Keamanan (OPK) karena banyaknya massa yang turun ke jalan untuk menuntut kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.
Pemicu aksi demo besar-besaran itu karena kondisi ekonomi yang tidak stabil di tahun 1970-an. Kondisi ekonomi makin memburuk saat harga minyak dunia anjlok pada1980-an hingga Indonesia mengalami kebangkrutan.
Pemerintah kemudian memotong subsidi energi dan pangan hingga Presiden Soeharto saat itu juga menerapkan kebijakan liberal yang dinilai makin membuat rakyat sengsara.
Karena itulah mahasiswa mulai turun ke jalan untuk berdemo. Kemudian diikuti para buruh dan warga sipil lainnya.
Operasi Petrus dilakukan untuk 'membungkam' demo mahasiswa, dengan dalih menjaga ketertiban umum, karena banyak preman yang menunggangi demo.
Petrus nggak hanya menyasar aksi demo, tapi siapa saja yang dilabeli sebagai kriminal, seperti orang yang bertato, anggota geng, mantan napi dan mereka yang terlalu vokal menyuarakan protes tentang kebijakan pemerintah juga mereka yang menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI.
Petrus tak hanya di Yogyakarta, tapi juga beraksi dibeberapa kota besar lainnya seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang juga Medan.
Ngerinya Petrus mengekesekusi korbannya dengan cara mengerikan. Jurnal State of Fear: Controlling the Criminal Contagion in Suharto's New Order yang ditulis oleh Joshua Barker menuliskan korban dieksekusi di tempat sepi saat malam hari. Kemudian, mereka ditembak di bagian dada dan kepala dari jarak dekat dengan pistol berkaliber 45 atau 38. Setelah dipastikan meninggal, jenazah korban dibuang begitu saja, kadang di laut bisa pula di bioskop.
Sedangkan Bourchier dalam tulisannya Crime, Law, and State Authority in Indonesia mengungkapkan banyak laporan singkat tentang mayat bertato di koran lokal setiap harinya. Laporan tersebut juga disertai dengan gambar-gambar seram. Sementara data dari Komnas HAM sedikitnya 2.000 orang menjadi korban Petrus.
Film dokumenter Petrus akan tayang di KlikFilm mulai 8 Desember 2024. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Operasi Petrus Zaman Orba Diangkat dari Film Dokumenter
Pewarta | : Dhina Chahyanti |
Editor | : Dhina Chahyanti |